Ilustrator Indonesia Tembus Internasional

Ilustrator Indonesia Tembus Internasional – Beberapa tahun terakhir, publik Indonesia dibuat kagum atas karya beberapa animator asal Indonesia yang terlibat pembuatan animasi blockbuster Hollywood.

Seperti yang diketahui sebelumnya Griselda Sastrawinata ikut andil dalam penggarapan film animasi Moana (2016). Dan Baru-baru ini, Charles Santoso pria kelahiran Indonesia yang menetap di Australia ikut andil dalam pembuatan film Legend of the Guardians. slot indonesia

Namun, bukan hanya mereka berdua yang memiliki darah Indonesia dan mampu menorehkan prestasi di kancah internasional lewat bakat seninya.  merangkum  seniman animasi yang berhasil menembus ketatnya persaingan di Hollywood. https://www.mrchensjackson.com/

1. Griselda Sastrawinata

Ilustrator Indonesia Tembus Internasional

Bekerja di Walt Disney sudah menjadi impian Griselda sejak masih kecil. Sampai akhirnya apa yang digemarinya itu menjadi inspirasi baginya untuk merintis karir di industri animasi.

Wanita yang lahir pada 1982 itu memutuskan pindah ke AS untuk melanjutkan studi ke Art Center College of Design (ACCD) di Pasadena, California AS dan masuk di jurusan ilustrasi. Dari sana, ia mendapatkan gelar sarjana di bidang seni.

2. Ario Anindito

Sama seperti Griselda, kecintaan Ario pada komik Amerika membawa dia untuk berkarya dan menekuni bidang tersebut. Ario mampu menembus industri Amerika dengan bergabung perusahaan komik besar Marvel.

Bahkan baru-baru ini, Ario menampilkan kekhasan Indonesia dalam komik Marvel Secret Empire: United (2017) #1 yang melibatkan dirinya. Komik yang dirilis pertengahan Juni lalu memunculkan karakter Macan Cisewu tepatnya ada di karakter Deadpool, antihero yang berpenampilan serba merah dan punya perangai kocak namun sadis.

3. Ardian Syaf

Sebelum terlibat kontroversi memasukkan elemen aksi protes 212 dan Surat Al-Maidah Ayat 51 lewat angka ‘QS 5:51’ dan ‘212’ di beberapa halaman komik Marvel X-Men Gold #1, Ardian Syaf merupakan satu dari beberapa ilustrator Indonesia yang berhasil menoreh prestasi di kancah Internasional.

Ardian adalah komikus asal Indonesia yang pernah menjangkau industri komik internasional. Mengutip situsnya, dia memulai kariernya pada 2007 dengan bekerja untuk penerbit Amerika Serikat, Dabel Brothers. Kini, dia berada di bawah payung dua perusahaan komik ternama, DC Comics dan Marvel. Diketahui, sebelum melangkah ke dua perusahaan itu, Ardian menjajaki proyek pertamanya bersama Dabel Brothers lewat komik Dresden Files. Setelahnya, dia berjumpa dengan penulis naskah asal Irlandia, Catie, yang juga dari Dabel Brothes dan mulai mendapat kesepakatan untuk mengerjakan proyek dari Marvel.

4. Diela Maharanie

Pilihan Diela menjadi seorang ilustrator berawal saat dirinya memilih keluar dari pendidikannya di Fakultas Ekonomi. Diela merasa tak sesuai dengan pilihan itu sampai akhirnya diperkenalkan ilustrasi oleh sang suami.

Berkat hal itu, Diela kemudian menemukan apa yang diinginkan dirinya dan serius menekuni karier tersebut. Sejak saat itu, karyanya mulai dilirik berbagai media seni dunia, seperti Juxtapoz dan Eyes on Walls.

Salah satu hasil karyanya yang paling populer adalah untuk Poster film Postcards from the Zoo, yang pernah berkompetisi di Berlin International Film Festival.

3. Bayu ‘Bayo Gale’ Santoso

Karya pemuda asal Yogyakarta ini berhasil memenangi kontes desain sampul yang diadakan band Maroon 5 pada 2014 silam. Hasil desain Bayu menampilkan wajah seekor harimau dengan balutan ornamen lokal dan logo V di bagian tengah.

Lulusan Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini dianggap sukses menyandingkan eksotisme lokal dengan modernitas dan popularitas.

4. Cahyo Destianto

Ilustrator Indonesia Tembus Internasional

Sembari kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) semester enam, “Saya juga kerja remote di salah satu perusahaan strartup yang base-nya di Los Angeles, USA sebagai Illustrator,” tutur Cahyo Destianto, seorang ilustrator muda berprestasi asal Metro, Lampung.

Di usia yang ke 20, ia sudah berhasil mendulang prestasi di antaranya: Juara 1 lomba Poster Smansa Cup tingkat SMA di SMAN 1 Metro 2014, Juara 1 Lomba Poster Pramuka tingkat SMA di SMAN 2 Metro 2015, Juara 2 Lomba Poster FLS2N se-Kota Metro 2015, juara favorit kompetisi Lomba Poster Bakti Ubala ITB XII 2016, Juara 3 Kompetisi Street Art Fakultas Ekonomi Universitas Lampung 2016, Juara 2 Kompetisi Mural Pameran DKV ACT 2017,  Juara 4 Kompetisi Desain Poster Perpusda Surakarta 2018 dan lain sebagainya.

Bahkan beberapa karyanya turut ditampilkan dalam acara pameran Uiwang International Placard Art Festival, di Korea 2017. Ia juga acap kali mengunggah ilustrasi karyanya di akun instagram @destiantos.

Kegemarannya menggambar sejak kecil, kemudian membawa Cahyo memiliki minat lebih dalam mengotak-atik aplikasi Photoshop. Tidak cukup sampai di situ, lantas saat duduk di bangku SMA Negeri 4 Metro ia mulai serius belajar mendesain dengan menjadi desainer di ekskul majalah SMAnya.

Ia mengaku, “Pas SMP suka banget lihat majalah remaja yang dibeli kakak. Waktu itu belum kepikiran untuk belajar tutorial desain dari Youtube, jadi coba-coba aja otak-atik laptop sendiri, baru setelah SMA mulai belajar medesain dengan serius.”

Dalam membuat karya ilustrasi, laki-laki yang lahir 2 Desember 1998 ini mengaku tidak pernah terpaku pada satu tema saja. Apa yang ingin dibuat, segera ia transformasikan ke dalam sebuah karya. Bisa mengenai makna lagu yang ia suka dengarkan, permasalahan yang ia amati di lingkungan sekitar, atau tentang olahraga sepak bola yang menjadi favoritnya.

Beberapa lagu kesukaan Cahyo yang menginspirasi untuk membuat ilustrasi di antaranya milik Lukas Graham – You’re not there, Kunto Aji – Bungsu dan Barasuara – Hagia. Ia mengaku lagu-lagu itu memiliki makna dan kesan yang mendalam di hidupnya sehingga keinginan menciptaka karya itu timbul. Di sisi bentuk apresiasinya sebagai penikmat musik.

Salah satu karya yang menjadi favorit khalayak bernama Diversity, berkisah tentang sesuatu yang akhir-akhir ini cukup sensitif dibahas di Indonesia. Yaitu keberagaman agama, tentang bagaimana saling menghargai perbedaan antar umat beragama. Karya ini terinspirasi dari lagu milik Barasuara yang berjudul Hagia.

Bahkan saat Diversity ditunjukan ke hadapan personil Barasuara, ia langsung mendapatkan sambutan hangat dan tanda tangan dari band yang dikaguminya itu. Diversity juga yang kelak membawa nama Cahyo semakin dikenal publik hingga diwawancara oleh salah satu stasiun TV.

Mengutip kata-kata pelukis dunia, Pablo Picasso “every child is an artist” Cahyo yakin bahwa sebenarnya semua orang di dunia ini bisa menggambar. Bahkan sejak usia balita, semua anak senang corat-coret di mana-mana. Menuangkan imajinasi di atas kertas, meja, hingga tembok rumah.

Baginya menggambar merupakan skill yang dapat dipelajari oleh semua orang. Namun setiap orang memiliki taste yang berbeda-beda pada sebuah gambar. Di sisi lain secara tidak diduga lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan minat menggambar seorang anak.

Terlebih jika masih ada saja orang dewasa di lingkungan si anak yang menganggap hobi menggambar adalah kegiatan yang sia-sia, tanpa memiliki tujuan dan masa depan yang pasti.